Selasa, 21 Februari 2012

Entahlah, Ini Hanya Seperti Ini


Jadi, apa arti sebuah dunia nyata jika percakapan-percakapan kita masih dipermainkan dalam dunia maya? Dunia maya itu memang tempat yang bisa mendekatkan kita dalam konteks jarak, kamu dimana, saya dimana, namun masih tetap berada dalam satu lingkup yang istilahnya sama, meskipun semu. Yang, senyata-nyatanya dekat itu, dalam istilah tidak puitis itu, berada dalam, misalkan, satu kursi yang sama, atau satu meja yang sama. Atau mungkin, satu lantai yang sama, lah, minimal. Tapi, yang saya inginkan itu, kita berada dalam satu tatap yang sama. Dalam satu lensa yang sama, yang membuat kita bisa melihat seluruh dunia dengan cinta dan senyum. Sebuah senyum yang kita lakukan setelah kita saling menatap dan menyatukan tatapan mata kita dalam satu lensa yang sama itu.
Entah kapan, semua momen itu akan terjadi dalan dunia nyata saya (atau kita?), namun, untuk sementara, dunia maya menjadi jembatan saja. Menjadi jembatan agar saya bisa menuju lantai dunia nyata bersamamu. Iya, berada dalam satu lantai yang sama bersamamu. Dan, tak perlu lagi saya dan kamu memakai lensa kacamata min yang merepotkan itu. Kita hanya perlu menyatukannya, agar kita berada dalam lensa yang sama untuk melihat semuanya lebih jelas. Atau, untuk menjelaskan semua, bahwa kita itu saling tertaut. Bukan oleh baut-baut, namun kita saling tertaut oleh cinta yang sedalam dan seluas laut. Saya tak mengerti bagaimana caranya untuk membuat kita saling bertaut, belum mengerti tepatnya. Namun sejalan dengan waktu yang terus melaju, saya pasti mengerti. 
Dengan setiap tebaran kode yang aku simpan di setiap ruang kecil di timeline itu, mungkin kamu akan mengerti. Bahwa, tak pernah lebih dalam lautan itu jika dibandingkan dengan dalamnya harapanku untuk membuat kita saling bertaut. Ah, saya terlalu menjabarkannya terlalu eksplisit. Namun, kamu sepertinya tidak akan pernah membuka atau membaca tulisan ini. Seperti kamu yang tidak akan pernah jeli untuk bisa membaca setiap tebaran kode-kode di ruang timeline yang super chaos itu. Ah, terlalu tinggi harapanku untuk memilikimu. Tapi siapa tau, Tuhan selalu mendengarkan saya yang selalu menyertakan namamu dalam setiap doa-ku, dan memberi jalan bagiku. 
Sudahlah, menjadi pengagum rahasia memang selalu menjadi nama tengahku. Dan stalking semua tentangmu, adalah pekerjaan sampinganku, selain memikirkanmu. Seperti bunyi satu pepatah ini, “Setinggi-tingginya tupai melompat, tak pernah lebih tinggi dari harapanku untuk memilikimu.”
KOWAWA!