Minggu, 05 Februari 2012

Cerita Sahabat


Seseorang menatap langit bersama sebungkus rokok dan segelas susu hangat.
Aku yang diam, menatap rembulan. Menatap bintang dengan skeptis. Adakah bintang terang yang menerangi hatiku? Tuhan tahu jawabnya, aku hanya berharap saja, bahwa dialah bintangku. Ya, semoga saja. Karena itu adalah hak Tuhan untuk menentukan, aku hanya berharap saja. Berharap Tuhan berkata “Silahkan” ketika aku menyebutkan namanya dalam setiap harapku. Dalam doa yang kupanjatkan kepadaNya.
Hembusan angin menerpaku, membuat rambutku bergerak kesana kemari.
Samar kudengar angin berbisik, dan kemudian bercerita tentang kesyahduan cinta yang langit berikan. Di langit, semua keindahan itu berada. Bersenggama satu sama lain hingga menciptakan satu kesatuan yang sahih; Cinta. Ya, itu yang aku dengar dari bisikan angin malam. Dia suka sekali berada disana, tapi aku ‘tak boleh kesana katanya. Aku harus tetap ditempatku, dan menciptakan cinta sendiri, dengan caraku sendiri. 
Tetiba rintik hujan turun menyapa, membasahi wajah dan tubuhku.
Rintik hujan menyapaku, kemudian mengajaku bercerita tentang cinta. Dia mulai duluan. Dia kemudian bercerita tentang pelangi. Pelangi yang selalu setia menunggunya pergi, hingga tercipta keindahan. Aku pun lalu bilang kepadanya, bahwa aku dan teman-temanku disini menyukai pelangi. Dia hanya tersenyum, dan meneruskan bicara. Aku bisa menjadi pelangi katanya. Aku harus menjadi seperti pelangi, yang setia menunggu hujan reda. Karena pada akhirnya akan tercipta keindahan bagi orang lain. Haha, kata dia, keindahan untuk pasanganmu. Aku lalu bilang bahwa aku belum punya pacar, aku sedang mencarinya. Lalu dia tersenyum, tak usah mencari. Cinta akan datang dengan sendirinya, aku hanya harus belajar lebih peka saja.
Rokok habis, begitupun dengan kopi.
Malam sudah begitu larut, dan teman-teman berceritaku pun pamit untuk segera pulang. Mereka bilang mereka rindu dengan langit. Ah, aku iri kepada mereka. Tapi, aku sadar, mereka telah membuatku mengerti, bahwa keindahan dan kebahagiaan cinta itu akan datang dengan sendirinya. Yang kemudian akan membuatku seperti berada di langit, menjadi rembulan, bintang, ataupun pelangi. Menjadi seperti mereka. Yang akan menerangi, dan menciptakan keindahan bagi mereka. Mereka yang aku sayang. Yang dikemudian hari, setelah aku menulis ini, pasti akan datang. Ya, aku tau dari mereka, teman-temanku itu.
Aku berdiri dan berpuisi, menyampaikan terimakasihku kepada mereka.
Teruntuk langit,
Aku bahagia Tuhan telah menciptakanmu dengan segala keindahannya
Membuatku sadar arti keindahan, dan cinta
Kau menyadarkanku bahwa cinta itu ada disekitarku
Aku saja yang ‘tak peka
Teruntuk langit,
Aku bahagia kau membolehkan rembulan tinggal di tempatmu
Menyinariku dengan cahayanya, dengan segala cintanya
Ia menyadarkanku, bahwa aku pun harus menyinari
Tak hanya ingin disinari
Teruntuk langit,
Aku bahagia kau menciptakan bintang ketika malam hari
Membuatku selalu berdoa dan berharap kepadaNya
Agar dia bisa menerangi hatiku
Seperti bintang menyinari malamku
Teruntuk langit,
Terimakasih telah membuat hujan, yang mengakibatkan tercipta pelangi
Membuatku ingin menjadi seperti pelangi
Yang setia, agar tercipta kebahagiaan
Bagiku dan baginya.
Teruntuk langit,
rembulan, bintang dan pelangi
Terimakasih untuk selalu menemaniku disetiap hariku.
Aku bahagia punya teman seperti kalian
Yang membuatku menjadi jatuh cinta kepadanya.